HarianBatakpos.com – Sejumlah ekonom berpendapat tanda-tanda lesunya ekonomi Indonesia semakin nampak dalam realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2024. Salah satunya ditunjukkan dengan pertumbuhan industri pengolahan yang berada di bawah pertumbuhan nasional, serta kontribusinya yang semakin menyusut.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh sebesar 5,05% pada kuartal-II 2024. Dilihat dari sektor lapangan usaha yang menyumbang pertumbuhan, industri pengolahan menjadi penyumbang utama dengan distribusi 18,52%. Namun, sektor ini hanya mampu tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan nasional, yakni 3,95%.
Sementara itu, apabila dilihat dari sumber pertumbuhan berdasarkan lapangan usaha, kontribusi industri pengolahan juga terus menyusut. Pada kuartal-II 2024, sektor ini tercatat menyumbang pertumbuhan sebesar 0,79%. Kontribusi itu turun dibandingkan pada triwulan-I 2024 yang mencapai 0,86% dan triwulan-II 2023 yang mencapai 0,98%.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang melihat kontribusi yang menyusut itu sebagai tanda terjadinya perlambatan ekonomi. Dia menilai pelambatan ini dipicu salah satunya oleh suku bunga tinggi.
“Ya karena perlambatan ekonomi. Suku bunga tinggi menekan konsumsi dan daya beli, jadinya bisnis atau industri dan manufaktur tidak berminat untuk ekspansi,” kata Hosanna Selasa, (6/8/2024).
Hosanna mengatakan karena suku bunga tinggi, industri memilih untuk melakukan efisiensi biaya. Menurut dia, hal tersebut yang juga menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Yang ada mereka efisiensi biaya, makanya ada badai PHK. Kami melihat transmisinya seperti itu,” kata dia.
Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan ekonomi Indonesia tengah terkontraksi dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sektor penawaran, kata dia, hal itu terkonfirmasi dengan adanya kontraksi pada Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024.
“Artinya produksi sedang melemah, karena permintaan turun dan biaya produksinya naik,” kata dia.
“Dari sisi konsumen, karena harga barang-barang naik sementara income-nya tetap, membuat daya beli melemah,” kata dia.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan walaupun pertumbuhan ekonomi tetap positif, namun pertumbuhan itu menunjukkan permasalahan struktural. Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi selama ini lebih didorong oleh faktor musiman.
Dia mengatakan 45% aktivitas ekonomi Indonesia ditopang oleh hanya tiga sektor, yaitu pertanian, pengolahan, dan perdagangan. Ketiga sektor termasuk pengolahan melanjutkan tren pertumbuhan di bawah rata-rata nasional. “Stagnansi yang persisten terjadi di sektor pengolahan menguatkan indikasi terjadinya deindustrialisasi prematur,” ujar dia.
Komentar