Medan, Harianbatakpos.com – Wabah kudis parah telah menyebar di kalangan ratusan tahanan Palestina di penjara Israel, menambah penderitaan yang dialami akibat kondisi yang tidak manusiawi dan tidak higienis. Situasi ini semakin memburuk sejak dimulainya perang di Gaza, mengungkapkan kebijakan keras yang diterapkan oleh otoritas penjara Israel terhadap tahanan.
Kudis, penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi parasit, telah menyerang banyak tahanan. Penyakit ini jarang terjadi di negara-negara berkembang dan biasanya muncul di tempat-tempat dengan kepadatan tinggi dan tingkat kebersihan yang buruk. Menurut Morshed al Shawamreh, seorang pria Palestina berusia 25 tahun yang baru saja dibebaskan dari penjara Ramon di Gurun Naqab, ia mengalami infeksi di ginjal, hati, dan darah akibat kurangnya akses perawatan medis yang memadai.
Laporan menunjukkan bahwa penyebaran kudis di antara tahanan Palestina disebabkan oleh larangan untuk berganti pakaian, mandi, atau mendapatkan perawatan medis yang memadai. Selain itu, para tahanan juga menghadapi kekurangan makanan, air, dan produk higienis.
“Kami tidak diizinkan meninggalkan sel selama enam bulan pertama perang. Kami tidak memiliki sabun atau deterjen untuk mencuci pakaian dengan benar.” kata Shawamreh
Kondisi ini diperburuk oleh suhu dingin di Gurun Naqab, yang memaksa para tahanan mengenakan pakaian basah dan lembap, meningkatkan risiko infeksi kulit. Mantan tahanan lainnya, Ibrahim Abu Saffiyah, juga mengalami penderitaan serupa, di mana ia dilarang mandi selama 40 hari berturut-turut dan menyaksikan 700 dari 2.400 tahanan di penjara Naqab terinfeksi kudis.
Standar internasional mengharuskan tahanan untuk menghabiskan setidaknya 30 menit hingga satu jam di udara terbuka setiap hari, namun otoritas penjara Israel memberlakukan larangan total untuk menghabiskan waktu di luar ruangan bagi ribuan tahanan politik Palestina.
“Setelah enam bulan pertama, mereka mulai memberi kami waktu satu jam sehari di luar sel, namun lebih sering mereka memutuskan untuk tidak membiarkan kami keluar,” jelas Shawamreh.
Kondisi penahanan yang penuh sesak dan akses terbatas terhadap kebutuhan dasar semakin memperburuk situasi. Di penjara Ramon, tahanan hanya diberi sedikit waktu untuk mengambil air. Sel yang dihuni Shawamreh berukuran sekitar 18 meter persegi, dengan 12 orang di dalamnya, jauh di bawah standar internasional. Situasi ini menyoroti pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh tahanan Palestina, menuntut perhatian dan tindakan dari komunitas internasional.
Di sisi lain, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di berbagai kota besar di seluruh dunia, menuntut diakhirinya kekerasan di Gaza dan Timur Tengah. Sekitar 40 ribu demonstran pro-Palestina berbaris di London, sementara ribuan lainnya berkumpul di Paris, Roma, Manila, Cape Town, dan New York City. Demonstrasi juga berlangsung dekat Gedung Putih di Washington, D.C., sebagai protes terhadap dukungan AS kepada Israel.
Serangan militan Hamas terhadap Israel selatan pada 7 Oktober 2023 memicu kekerasan terbaru dalam konflik Israel-Palestina, yang telah mengakibatkan hampir 42 ribu kematian warga Palestina dan membuat seluruh 2,3 juta penduduk terpaksa mengungsi. Agnes Kory, seorang pengunjuk rasa di London, menyoroti bahwa meskipun niat baik mereka, pemerintah Israel terus melanjutkan kekejaman di Gaza, Lebanon, dan Yaman, sementara pemerintah Inggris hanya memberikan pernyataan tanpa tindakan.
Komentar