Medan, HarianBatakpos.com – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Medan menyesalkan kejadian siswa SD Abdi Sukma, inisial M (10), yang dihukum belajar di lantai oleh gurunya, Haryati, karena menunggak pembayaran SPP. Insiden ini menjadi perhatian setelah viral di media sosial. Kabid SD Disdikbud Kota Medan, Bambang Sudewo, menyampaikan pihaknya telah melakukan pembinaan kepada guru, kepala sekolah (kepsek), dan Ketua Yayasan Abdi Sukma pada Senin (13/1/2025).
Dinas Pendidikan Medan lakukan pembinaan pasca insiden siswa SD dihukum
Bambang menjelaskan, pembinaan yang dilakukan menekankan pentingnya koordinasi antara guru, kepala sekolah, dan yayasan sebelum membuat peraturan. Guru Haryati mengakui bahwa tindakannya menghukum siswa adalah keputusan pribadi tanpa pemberitahuan kepada pihak sekolah.
“Sudah kami berikan pembinaan kepada kepsek, yayasan, terutama kepada guru agar apa pun aturan yang dibuat harus sepengetahuan yayasan dan kepala sekolah, lalu disosialisasikan, disepakati, dan dipastikan kapan akan dilaksanakan,” ujar Bambang saat ditemui di Kantor Ombudsman Sumut.
Mengutamakan psikologis anak dalam pendidikan
Bambang menegaskan bahwa menghukum siswa dengan duduk di lantai karena menunggak SPP merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Ia mengingatkan bahwa tanggung jawab pembayaran SPP adalah urusan orang tua, bukan siswa. “Jangan sampai hal ini terulang lagi. Anak-anak tidak boleh menjadi korban atas kewajiban orang tua yang belum terpenuhi,” jelasnya.
Selain itu, ia juga meminta pihak yayasan untuk memastikan siswa M tidak mengalami perundungan di sekolah akibat insiden ini. “Kami minta jaminan agar siswa ini dapat belajar dengan nyaman tanpa ada perlakuan negatif dari siapapun,” tambahnya.
Insiden ini dipicu oleh miskomunikasi
Bambang menyebutkan bahwa insiden ini terjadi akibat miskomunikasi antara pihak guru, sekolah, dan orang tua siswa. Guru tidak melibatkan pihak sekolah dalam keputusannya, sedangkan orang tua siswa tidak melaporkan kejadian tersebut sebelum viral di media sosial.
“Peristiwa ini sebenarnya hanya miskomunikasi. Kami berharap ke depannya tidak ada lagi masalah serupa yang mencoreng nama baik institusi pendidikan,” tutup Bambang.
Komentar