Jakarta, HarianBatakpos.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sebanyak 190 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh prajurit TNI. Data ini merupakan laporan yang diterima dalam rentang waktu empat tahun, 2020-2024. Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendesak agar pengesahan RUU TNI ditunda guna memastikan isu ini mendapat perhatian lebih serius.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan bahwa ratusan kasus tersebut meliputi kekerasan dalam relasi personal maupun di ruang publik, yang seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana umum sebagaimana diatur dalam undang-undang. “Komnas Perempuan mencatat sekurangnya terdapat 190 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh prajurit TNI. Sayangnya, semua kasus ini dialihkan ke peradilan militer, bukan peradilan umum,” ujar Andy, Kamis (20/3/2025).
Peralihan kasus kekerasan terhadap perempuan dari peradilan umum ke peradilan militer menimbulkan banyak kendala bagi para korban. Komnas Perempuan menerima keluhan dari pihak korban terkait hambatan substantif, struktural, dan kultural dalam menyelesaikan kasus ini. “Selain itu, terdapat 10 kasus kekerasan di ranah negara pada 2020-2024 yang berkaitan dengan konflik sumber daya alam, agraria, dan tata ruang, di mana prajurit TNI diduga menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan,” tambahnya.
Komnas Perempuan menyoroti kondisi perempuan adat yang menghadapi kerentanan khusus dan dampak yang signifikan dalam konteks konflik tersebut. Dengan banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI, mereka menilai bahwa revisi UU TNI harus dibahas lebih mendalam sebelum disahkan.
“Oleh karena itu, kami mendesak DPR RI dan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU TNI serta membuka ruang diskusi yang lebih partisipatif dan inklusif,” tegas Andy.
Sebagai informasi, revisi UU TNI dijadwalkan akan disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada Kamis (20/3/2025). Sejumlah pasal dalam revisi ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama koalisi masyarakat sipil. Beberapa poin kontroversial dalam revisi tersebut meliputi peningkatan usia pensiun prajurit, perluasan tugas operasi militer selain perang, serta izin bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil.
Komentar