Pasca kemerdekaan Indonesia, ternyata pernah terjadi relokasi sementara pusat pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta selama periode Revolusi Nasional Indonesia pada 1946. Ini terjadi karena situasi politik yang tidak stabil selama masa tersebut. Berikut adalah kronologi singkat mengenai peristiwa tersebut.
Kronologi Pemindahan Ibu Kota Negara
Pada tahun-tahun pertama pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, ibu kota negara di Jakarta berada di bawah tekanan. Masuknya tentara NICA pada 29 September 1945, ditambah masih adanya sisa-sisa tentara Jepang yang belum ditarik membuat suasana memanas.
Sejumlah petinggi negara mencoba bertahan di Jakarta, hingga pada 1 Januari 1946 di kediaman Ir.Soekarno digelar rapat yang menyepakati untuk mengendalikan pemerintahan Indonesia dari lingkup daerah.
Namun pada 2 Januari 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menyarankan agar ibu kota negara dipindahkan sementara dari Jakarta ke Yogyakarta. Rencana ini mulai dijalankan pada tanggal 3 Januari 1946 malam, di mana para petinggi negara dipindahkan secara diam-diam dengan kereta api.
Sementara selama ditinggalkan, kendali keamanan diserahkan kepada Letkol Daan Jahja yang juga menjabat Gubernur Militer Kota Jakarta. Selain itu, kedudukan Perdana Menteri Sutan Sjahrir tetap dipertahankan untuk berada di Jakarta.
Pada 4 Januari 1946 dini hari, rombongan tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta dan ibu kota negara dan pemerintahannya resmi dijalankan dari Gedung agung sebagai istana kepresidenan.
Pada 4 Januari 1946 dini hari, rombongan tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta dan ibu kota negara dan pemerintahannya resmi dijalankan dari Gedung agung sebagai istana kepresidenan. Jalannya pemerintahan ibu kota negara di Yogyakarta berlangsung hingga jatuhnya Yogyakarta pada Agresi Militer Belanda I.
Pemindahan Ibu Kota Indonesia ke Kota Lainnya
Selain Yogyakarta, ternyata ibu kota negara Indonesia juga pernah dipindahkan ke kota lainnya. Salah satunya adalah sebuah kota di wilayah Sumatera, yakni Kota Bireuen. Kota Bireuen memang tidak tercatat di buku sejarah sebagai ibu kota negara, namun kota ini sering disebutkan pernah menjadi ibu kota sementara selain Yogyakarta dan Bukittinggi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di Gedung AAC Dayan Dawood Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh, Sabtu 14 November 2015, menyebut bahwa Bireuen memang pernah menjadi ibu kota negara. Menurut Jusuf Kalla, Ir.Soekarno hijrah Yogyakarta ke Bireuen pada 18 Juni 1948 dan mengendalikan pemerintahannya dalam keadaan darurat selama seminggu.
Berikutnya adalah kota Bukittinggi, Kota Bukittinggi pernah berperan sebagai ibu kota negara setelah Yogyakarta diduduki Belanda, terhitung Desember 1948 hingga Juni 1949.
Sebelumnya, Bukittinggi telah berstatus sebagai ibu kota Provinsi Sumatera yang diputuskan pada 9 Agustus 1947. Saat itu, Kota Bukittinggi ditunjuk sebagai ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pasca Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada Agresi Militer Belanda II.
Dengan demikian, meskipun terjadi relokasi sementara pusat pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta selama beberapa tahun pada awal kemerdekaan, Jakarta tetap menjadi ibu kota resmi negara ini sejak saat itu hingga sekarang. Yogyakarta sendiri tetap memiliki arti penting dalam sejarah dan budaya Indonesia, tetapi tidak pernah menjadi ibu kota negara secara permanen.
Komentar