Medan, HarianBatakpos.com – Imam Ahmad, Ibnu Abid Dunya, dan Abu Ya’la meriwayatkan kisah tentang dua perempuan yang bergosip saat menjalankan puasa Ramadhan. Kisah ini memberikan pelajaran penting bahwa menjaga lisan selama puasa sama pentingnya dengan menahan lapar dan haus.
Diceritakan bahwa ada dua perempuan yang sedang berpuasa, namun hampir mati karena kehausan. Seseorang kemudian mengadu kepada Rasulullah SAW tentang kondisi mereka. Rasulullah awalnya diam, namun akhirnya memerintahkan agar kedua perempuan tersebut dipanggil. Setelah datang, mereka diperintahkan untuk memuntahkan isi perut mereka. Yang mengejutkan, mereka memuntahkan nanah, darah, dan daging. Rasulullah kemudian bersabda bahwa kedua perempuan ini telah menahan diri dari makanan halal, tetapi malah berbuka dengan sesuatu yang haram, yakni bergosip atau membicarakan orang lain.
Menjaga Lisan Saat Puasa Ramadhan
Berdasarkan hadits di atas, dapat dipahami bahwa puasa Ramadhan bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjaga lisan dari perbuatan yang diharamkan seperti berbohong, mengumpat, mencaci maki, dan bergosip. Hal ini ditegaskan oleh Syekh Bakri Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin, yang menyatakan bahwa orang yang menjaga lisannya saat berpuasa akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yaitu pahala wajib karena menjauhi yang haram dan pahala sunnah dari puasanya.
Apakah Bergosip Bisa Membatalkan Puasa?
Mengenai apakah bergosip dapat membatalkan puasa Ramadhan, para ulama memiliki perbedaan pendapat. Menurut Imam Auza’i, ghibah atau bergosip dapat membatalkan puasa dan mengharuskan seseorang untuk mengqadhanya. Pendapat serupa juga dipegang oleh Ibrahim An-Nakha’i dan Ibnu Hazm.
Namun, menurut mayoritas ulama, bergosip tidak membatalkan puasa secara syariat, tetapi dapat menghilangkan pahala puasa dan merusak manfaatnya. Dengan kata lain, orang yang bergosip tetap sah puasanya, tetapi ia kehilangan keberkahan puasa seperti diterimanya doa dan pengampunan dosa.
Oleh karena itu, menjaga lisan saat puasa Ramadhan menjadi hal yang sangat penting. Sebagaimana dikatakan oleh Maimun bin Mahran:
“Derajat puasa yang paling rendah adalah meninggalkan makan dan minum.”
Wallahu a’lam bisshawab.
Komentar