Medan, HarianBatakpos.com – Di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, kasus pernikahan anak kembali mencuat setelah sejumlah orang tua dan pihak yang terlibat dilaporkan ke polisi. Mereka diadukan berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mengancam hukuman hingga sembilan tahun penjara. Kasus ini bukan yang pertama; LBH APIK NTB menyatakan bahwa langkah hukum ini merupakan “upaya terakhir” setelah tiga kasus sebelumnya, salah satunya sudah siap disidangkan.
Dilansir dari laman Lambeturah.co.id, meski telah ada langkah pencegahan dari pemerintah daerah dan tokoh adat, praktik pernikahan anak masih terus terjadi. Tradisi merariq, yaitu melarikan perempuan, dianggap berkontribusi pada tingginya angka pernikahan anak di Lombok. Baru-baru ini, video sepasang pengantin yang masih di bawah umur, berusia 16 dan 14 tahun, viral di media sosial, memicu kepedihan dan pertanyaan dari warganet.
Undang-Undang Perkawinan sendiri menetapkan usia minimal 19 tahun untuk menikah. Namun, kenyataannya, pernikahan anak masih berlangsung. Menurut Muhanan, paman pengantin perempuan, tradisi merariq sering kali mengharuskan pernikahan dilanjutkan setelah pelarian, menambah kompleksitas dalam penegakan hukum.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar