Jakarta, harianbatakpos.com – Kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali memanas. Dalam persidangan terbaru di Pengadilan Tipikor, ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, mengungkap bahwa pelaku suap tetap dapat dinyatakan bersalah meskipun permintaannya tidak terwujud. Hal ini membuka babak baru dalam kasus suap Harun Masiku yang menyeret nama Hasto.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap PAW (Pergantian Antar Waktu) DPR RI 2019-2024 yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025), Fatah menjelaskan bahwa dalam hukum pidana, tidak perlu ada akibat nyata dari upaya suap agar pelaku dijatuhi hukuman. “Delik suap adalah delik formal, jadi tidak perlu ada akibat yang terjadi,” kata Fatah.
Menurutnya, unsur niat atau mens rea saja sudah cukup memenuhi unsur pidana suap, meskipun tindakan tersebut tidak membuahkan hasil atau realisasi. Fatah menjelaskan, unsur niat itu berbeda dari tindakan nyata (actus reus), sehingga meski Harun Masiku gagal menjadi anggota DPR melalui jalur PAW, niat suap tetap dinilai sebagai pelanggaran hukum.
Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto didakwa ikut serta dalam upaya menyuap agar Harun Masiku duduk di kursi DPR RI menggantikan anggota sebelumnya. Jaksa bahkan menyebut Hasto menjanjikan menalangi dana suap senilai Rp 1,5 miliar. Meski dibantah oleh Hasto dan kuasa hukumnya, fakta-fakta di persidangan terus berkembang.
Pasal yang digunakan dalam dakwaan Hasto antara lain Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perintangan penyidikan, serta Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU yang sama terkait pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Sejumlah saksi telah dihadirkan, namun belum ada yang secara tegas menyatakan bahwa uang suap bersumber langsung dari Hasto. Meski begitu, jaksa tetap meyakini ada aliran dana dan peran aktif dari Hasto dalam operasi yang gagal tersebut.
Kasus suap Harun Masiku menjadi perhatian nasional karena terkait langsung dengan proses demokrasi, hukum, dan integritas partai politik. Pengakuan ahli dari UGM menambah bobot hukum bahwa niat jahat dalam upaya suap sudah cukup untuk menetapkan seseorang bersalah, meskipun hasilnya gagal.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp:
👉 https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar