Solo Diusulkan Jadi Daerah Istimewa Surakarta? Ini Sejarah dan Alasannya

Jakarta, HarianBatakpos.com - Isu mengenai daerah istimewa Surakarta kembali mencuat setelah sejumlah pihak mendorong Solo keluar dari Jawa Tengah dan menjadi daerah dengan status istimewa. Hingga kini, Indonesia memang mengakui dua bentuk kekhususan sebuah provinsi, yakni daerah otonomi khusus dan daerah istimewa, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Saat ini, terdapat sembilan provinsi yang diakui memiliki kekhususan atau perbedaan status dibandingkan daerah lain, termasuk Daerah Khusus Jakarta serta enam provinsi di Papua. Dua provinsi lainnya yang berstatus istimewa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Daerah Istimewa Aceh. Status ini diberikan berdasarkan sejarah, budaya, dan sistem pemerintahan yang berbeda. Kini, muncul wacana baru terkait kemungkinan Solo menyandang status daerah istimewa Surakarta.
Wacana tentang Solo menjadi daerah istimewa Surakarta disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Aria Bima. Ia menilai Solo memiliki sejarah panjang dalam perjuangan melawan penjajahan dan budaya khas yang membedakannya dari daerah lain. “Solo minta pemekaran dari Jawa Tengah dan diminta dibikin Daerah Istimewa Surakarta,” ujar Aria Bima di Kompleks Parlemen, Kamis (24/4).
Sesuai ketentuan dalam UUD serta UU Nomor 23 Tahun 2014, daerah istimewa memang memiliki dasar hukum kuat, bahkan masing-masing bisa memiliki undang-undang khusus, seperti UU 13/2012 untuk DIY dan UU 11/2006 untuk Aceh. Syarat historis juga menjadi pertimbangan penting. Merujuk UU Nomor 22 Tahun 1948, daerah yang punya hak asal-usul dan pernah punya pemerintahan sendiri sebelum kemerdekaan RI berpotensi menjadi daerah istimewa.
Sebagai contoh, DIY memiliki sejarah panjang sejak 1755 dan ditetapkan menjadi daerah istimewa sejak 1950. Begitu juga dengan Aceh yang mendapatkan status istimewa sejak 26 Mei 1959. Maka tak heran, jika Solo yang memiliki sejarah panjang melalui Kesunanan Surakarta Hadiningrat juga dianggap layak menyandang status daerah istimewa Surakarta.
Kesunanan Surakarta yang berdiri pada 1745 memang sempat diakui sebagai Daerah Istimewa Surakarta pasca-kemerdekaan RI pada 1945. Namun, status tersebut dibekukan pada 1946 dan wilayah itu berubah menjadi Karesidenan. Meski kini Kesunanan hanya bersifat simbolik dan seremonial, budaya dan nilai-nilai sejarahnya tetap dilestarikan melalui Keraton Surakarta dengan Raja Susuhunan Pakubuwono XIII.
Kendati demikian, Aria Bima menyebut belum ada urgensi konkret untuk memekarkan wilayah Solo. Menurutnya, Solo saat ini sudah berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan. “Saya melihat apakah relevansi untuk saat ini? Solo ini sudah menjadi kota dagang, kota pendidikan, kota industri. Tidak ada lagi yang perlu diistimewakan,” ucapnya, terkait usulan daerah istimewa Surakarta.
Menanggapi hal ini, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah akan mempelajari usulan tersebut lebih dulu. Ia menekankan perlunya pertimbangan mendalam karena pemekaran wilayah membawa konsekuensi administratif yang tidak sedikit. “Tentu usulan kita pelajari, kita cari jalan terbaik,” kata Prasetyo, Jumat (25/4).
Senada dengan itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menegaskan bahwa usulan daerah istimewa Surakarta akan dikaji secara serius sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ia menyebut pengajuan status daerah istimewa harus memenuhi berbagai kriteria dan dibahas bersama DPR RI karena perubahan tersebut membutuhkan dasar hukum berupa undang-undang.
Dengan wacana yang terus bergulir, status daerah istimewa Surakarta kini menjadi sorotan publik. Pemerintah pun masih terus mengkaji secara menyeluruh, apakah Solo layak bergabung ke dalam jajaran daerah dengan status istimewa seperti Yogyakarta dan Aceh, atau tetap menjadi bagian dari provinsi Jawa Tengah seperti saat ini.
Komentar