Harianbatakpos.com , JAKARTA – Pemeriksaan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap yang melibatkan Harun Masiku memunculkan berbagai spekulasi. Meskipun Harun Masiku telah menjadi buronan selama lebih dari empat tahun, banyak yang meragukan keseriusan KPK dalam menangkapnya. Pegiat antikorupsi bahkan menyebut pemeriksaan ini sebagai “gimik”.
Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, mengungkapkan bahwa jika KPK benar-benar serius, mereka seharusnya sudah menangkap Harun sejak operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2020. Namun, upaya tersebut gagal karena kurangnya dukungan dari pimpinan KPK saat itu, Firly Bahuri. Bahkan, tim pengejaran Harun Masiku kemudian dinonaktifkan.
Harun Masiku, seorang politikus PDIP dan calon anggota legislatif, menjadi tersangka dalam kasus suap terhadap seorang komisioner KPU terkait proses pergantian antar waktu. Dalam persidangan, terungkap bahwa PDIP melalui rapat pleno telah menyetujui Harun untuk menggantikan posisi anggota DPR yang meninggal dunia, tetapi KPU menolak permintaan tersebut karena tidak sesuai dengan aturan, seperti disadur dari laman BBC.com.
Sejak kaburnya Harun pada awal 2020, ada kecurigaan bahwa dia dilindungi oleh pihak tertentu. KPK berulang kali menyatakan tidak berhenti mencari Harun, namun hingga kini hasilnya nihil. Salah satu langkah KPK adalah memeriksa Hasto Kristiyanto untuk mengonfirmasi informasi terbaru tentang keberadaan Harun.
Namun, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyebut pemeriksaan ini bermuatan politis karena Hasto sering mengkritik pemerintah. Ia juga menegaskan bahwa kliennya tidak terkait dengan kasus suap tersebut.
Pemeriksaan terhadap Hasto oleh KPK pada 10 Juni 2024 dimaksudkan untuk menggali informasi mengenai keberadaan Harun Masiku. Juru bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan bahwa informasi dari Hasto penting untuk mengkonfirmasi temuan terbaru penyidik.
Namun, Hasto mengaku bahwa selama pemeriksaan yang berlangsung empat jam, ia hanya bertatap muka dengan penyidik sekitar 1,5 jam. Ia juga keberatan dengan penyitaan tas dan ponselnya serta tidak didampingi pengacara selama pemeriksaan.
Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto memiliki kaitan karena keduanya merupakan politikus PDIP. Keterkaitan mereka bermula ketika PDIP memutuskan Harun untuk menggantikan caleg yang meninggal dunia. Setelah KPU menolak permohonan PDIP, Saeful Bahri yang disebut sebagai orang kepercayaan Hasto mencoba menghubungi komisioner KPU untuk meloloskan Harun dengan imbalan suap. KPK kemudian melakukan OTT, namun Harun berhasil kabur.
Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, meragukan keseriusan KPK dalam menangkap Harun Masiku. Ia menilai jika KPK benar-benar serius, Harun bisa segera ditangkap. Praswad juga mengkritik kepemimpinan Firly Bahuri yang dinilai tidak mendukung penuh upaya penangkapan Harun. Tim pengejaran Harun yang dipimpin oleh Harun Al Rasyid bahkan dinonaktifkan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Zaenur Rohman, peneliti pusat kajian antikorupsi UGM, juga meragukan motif di balik pemeriksaan Hasto. Ia mempertanyakan apakah pemeriksaan ini murni untuk kepentingan penyidikan atau ada unsur politik di dalamnya. Menurutnya, penegakan hukum dalam kasus Harun Masiku menjadi rumit karena terkait dengan aktor politik yang masih berkuasa.
Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menegaskan bahwa kliennya tidak terlibat dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku. Semua putusan persidangan sebelumnya tidak menyebutkan keterlibatan Hasto. Pihak KPK, melalui Ali Fikri, menegaskan bahwa pihaknya tidak berhenti mencari Harun dan pemeriksaan Hasto dilakukan karena adanya informasi baru.
Hingga kini, keberadaan Harun Masiku masih menjadi misteri. Ia sempat dilaporkan berada di Singapura pada awal 2020, namun kemudian diketahui kembali ke Indonesia. Laporan terbaru menyebutkan Harun berpindah-pindah lokasi persembunyian di beberapa kota di Indonesia. Meskipun berbagai upaya dilakukan, penangkapan Harun Masiku masih belum terlaksana.
Apakah pemeriksaan Hasto Kristiyanto akan berhasil mengungkap di mana Harun Masiku bersembunyi? Hanya waktu yang akan menjawabnya. Yang jelas, publik berharap KPK benar-benar serius dan tidak menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik semata.
Komentar