Uncategorized
Beranda » Berita » UU PNBP di Ujung Tanduk Revisi: Ada Apa dengan Setoran Negara?

UU PNBP di Ujung Tanduk Revisi: Ada Apa dengan Setoran Negara?

Politikus Partai Golkar yang juga anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun (kompas.com)
Politikus Partai Golkar yang juga anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun (kompas.com)

Medan,  HarianBatakpos.com –  Komisi XI DPR RI tengah menggulirkan wacana besar: revisi UU PNBP. Langkah ini bukan tanpa alasan kuat. Menyusutnya objek cakupan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti dividen BUMN yang kini mengalir ke Danantara, menjadi salah satu pemicunya. Ketua Komisi XI DPR Misbakhun secara tegas menyatakan perlunya penguatan dan perluasan objek PNBP.

Fokus utama dalam revisi UU PNBP ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber kekayaan alam yang selama ini belum tersentuh. “Ada sumber daya alam yang sejak lama belum kita identifikasi. Misalnya rare earth, yang biasa kita sebut tanah jarang, mineral strategis. Karena apa? tembaga pun baru masuk di tahun 2026 dalam Simbara,” ungkap Misbakhun di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (8/5/2025). Langkah ini diharapkan dapat mendongkrak setoran APBN secara signifikan, dilansir dari laman kompas.com.

Penguatan regulasi objek revisi UU PNBP juga menyasar identifikasi yang lebih mendalam terhadap potensi PNBP. Misbakhun menyoroti windfall dari kenaikan harga komoditas akibat kurs atau harga, yang selama ini belum terkelola dengan baik sebagai objek PNBP. “Ini kan sampai sekarang saya belum pernah ketemu di identifikasi di obyek PNBP-nya. Tapi kita masukkan ke kas negara. Ini kan masalah kita mengobyekannya itu ke mana, sementara itu bukan masuk ke dalam pengelolaan dana, tapi masuk ke hak negara lainnya, padahal itu kan bukan dari proses SDA,” jelasnya.

Stabilitas Energi di Tengah Konflik: Seruan Menteri Bahlil

Selain perluasan objek, administrasi PNBP juga menjadi sorotan tajam dalam revisi UU PNBP. Sistem pengawasan yang saat ini tersebar di berbagai kementerian dan lembaga dinilai kurang efektif dan menimbulkan ketidakjelasan peran Kementerian Keuangan sebagai pengelola utama. “Posisi Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran dalam sebuah siklus yang seperti itu ada di mana? Sebagai tukang catat? Sebagai tukang catat atau kompilator dari sistem administrasi? Dan apakah itu kemudian memberikan efek pengawasan? Atau kemudian memberikan efek evaluasi?” tanya Misbakhun kritis.

Lebih lanjut, Misbakhun menekankan urgensi pengkajian ulang tarif, sistem, dan sistem pengawasan PNBP secara menyeluruh. Inkonsistensi dan potensi kebocoran dalam administrasi PNBP menjadi perhatian serius yang harus diatasi melalui revisi UU PNBP ini. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel.

Terakhir, revisi UU PNBP juga akan menyentuh perubahan ketentuan umum, terutama terkait definisi kekayaan negara yang dipisahkan. Peralihan dividen BUMN ke Danantara mengharuskan adanya definisi ulang yang lebih jelas. Selain itu, administrasi setiap objek PNBP juga perlu didefinisikan secara lebih detail dalam undang-undang yang baru.

“Nah, kalau menurut saya kita perlu merevisi ulang Undang-undang PNBP ini. Karena kita mencampur adukkan selama ini, mencampuradukkan dua jenis kelamin PNBP ini dalam satu tempat yang sama, kayak toilet bersama, toilet unisex, toilet umum ini. Padahal spesifikasinya berbeda-beda. Ketentuan umumnya berbeda-beda,” pungkas Misbakhun. Langkah revisi UU PNBP ini menjadi krusial dalam upaya mengoptimalkan penerimaan negara dan memperkuat fondasi APBN di masa depan.

Apa Benar Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *