Imlek atau yang dikenal sebagai Tahun Baru Imlek merupakan salah satu perayaan paling penting dalam budaya Tionghoa. Selain menjadi momen untuk merayakan pergantian tahun, Imlek juga dipenuhi dengan tradisi, kepercayaan, dan tentu saja, makanan khas yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan tersebut.
Di antara berbagai hidangan yang disajikan, salah satu yang paling ikonik adalah Kue Keranjang. Sejarah kemunculan kue keranjang ini kebanyakan bersumber dari legenda atau mitos yang populer di tengah masyarakat Tionghoa.
Asal-Usul Kue Keranjang
Kue Keranjang juga dikenal dengan nama Nian Gao, kue ini memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Diperkirakan telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, kue ini bukan hanya menjadi camilan lezat, tetapi juga memiliki makna simbolis yang dalam.
“Nian” dalam bahasa Tionghoa berarti ‘tahun’, sementara “Gao” berarti ‘tinggi’ atau ‘naik’. Jadi, secara harfiah, Nian Gao bisa diartikan sebagai ‘naik tingginya tahun’. Hal ini mengisyaratkan harapan untuk kemakmuran, keberuntungan, dan peningkatan dalam kehidupan.
Berdasarkan mitos masyarakat Tionghoa, kue ini diyakini dibuat sebagai persembahan licik kepada Dewa Dapur, yang diyakini bersemayam di setiap rumah. Setiap penghujung tahun, cerita rakyat di China menyebut bahwa Dewa Dapur membuat “laporan tahunan” kepada Kaisar Giok.
Untuk mencegah Dewa Dapur menjelek-jelekkan rumah mereka, orang-orang menawarkan Nian Gao atau kue keranjang sebagai ‘penutup mulut’. Oleh karena itu, Nian Gao disiapkan untuk persembahan sebelum Tahun Baru Imlek.
Sementara legenda lain meyakini, kemunculan kue keranjang dimulai dari keberadaan seekor monster dataran China bernama Nian. Menurut kepercayaan masyarakat, nama Nian sendiri diambil dari gunung ia berada. Monster berupa raksasa ini menghuni sebuah gua di gunung tersebut.
Nian sebenarnya memangsa hewan. Namun, semasa musim dingin, para hewan bersembunyi dan berhibernasi. Alhasil, si raksasa beralih memburu manusia untuk dijadikan santapannya.
Masyarakat yang hidup di tempat Nian berada tentu merasa ketakutan. Hingga akhirnya, seseorang bernama Gao dari desa tersebut datang dengan ide cemerlang. Gao membuat sebuah kue yang terbuat dari campuran gula dan tepung beras ketan. Setelah jadi, kue tersebut diletakkan di depan pintu rumah untuk menyambut si raksasa
Nian kemudian datang menyantap kue buatan Gao sampai kenyang. Karena kejadian tersebut, kue berbahan tepung ketan gula tersebut dijuluki nian gao alias kue keranjang.
Makna dan Simbol Kue Keranjang
Tidak hanya karena rasanya yang lezat, tetapi Kue Keranjang juga memiliki makna simbolis yang dalam dalam budaya Tionghoa. Bentuknya yang bulat dan kental melambangkan kesatuan keluarga yang erat dan hubungan yang langgeng.
Ketika kue ini dimakan, tradisi percaya bahwa seseorang akan mendapat kemajuan dan kenaikan dalam kehidupan pada tahun yang akan datang. Selain itu, kue ini juga diyakini dapat membawa perlindungan dari roh jahat.
Selain itu Kue Keranjang biasanya juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Imlek. Seringkali kue ini disajikan sebagai hidangan penutup setelah makan malam tradisional Imlek. Tak hanya itu, kue ini pun sering diberikan sebagai hadiah kepada keluarga dan teman sebagai tanda harapan untuk tahun yang baik dan sukses.
Kue Keranjang, dengan sejarahnya yang panjang dan simbolismenya yang menarik, tidak hanya menjadi hidangan penutup yang lezat selama perayaan Imlek, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi dan budaya Tionghoa.
Komentar