DPR-RI Tolak Kenaikan Tarif Tol JORR
Jakarta-BP: Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo meminta Kementerian PUPR membatalkan rencana pengintegrasian tarif tol JORR karena dinilai berpotensi melanggar UU No. UU No.38/2004 tentang Jalan. Untuk itu, Komisi V meminta Kementerian PUPR membatalkan kenaikan tersebut.
Demikian siaram pers Ketua Komisi V DPR-RI diterima HarianBatakPos.com, Rabu(20/6).
Disebutkan, pengintegrasian tarif tol JORR ini berpotensi melanggar pasal 48 UU Jalan. Ada indikasi kenaikan tarif terselubung dalam kebijakan ini khususnya untuk pengguna tol jarak pendek.
"Kenaikan tarif Tol sangat signifikan yaitu 57% dari tarif awal Rp9.500 menjadi Rp15.000. Padahal, jika mengacu UU, dengan inflasi hanya 3% per tahun maka kenaikan masksimal hanya 6%,” kata Sigit Sosiantomo.
Selain laju inflasi, tarif tol juga dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi. Dan bila mengacu pada daya beli masyarakat, pada kuartal I 2018, proporsi pendapatan masyarakat yang dibelanjakan menurun menjadi 64,1%.
Menurutnya, daya beli masyarakat saat ini sangat lemah. Artinya, kemampuan bayar pengguna jalan juga mengalami penurunan. Lantas kenapa disaat seperti ini pemerintah justru mengmabil kebijakan mengintegrasikan tarif tol yang akan membebani pengguna tol.
"Sebaiknya pemerintah sebagai regulator focus untuk mengingatkan dan mengawasi pengelolaan jalan tol oleh operator agar memenuhi SPM," ujar Sigit.
Apalagi, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapati banyak persoalan dalam pengelolaan tol mulai dari SPM yang tidak dipenuhi hingga penetapan tarif yang membebani masyarakat.
Ditambahkan, sesuai hasil evaluasi BPK atas pengelolaan beberapa ruas tol di Jawa dari tahun 2014—2016 menemukan 6 (enam) masalah pokok yang dapat mengganggu pengelolaan operasional jalan tol pada Kementerian PUPR, BPJT dan BUJT berkaitan dengan kelancaran lalu lintas dan kebijakan tarif tol.
"Seharusnya ini dibenahi dulu, baru buat aturan baru soal tarif,” kata Sigit.
Berdasarkan laporan BPK, 6 masalah pengelolaan tol tersebut diantaranya meliputi proses penilaian pemenuhan SPM belum memadai dan terdapat beberapa jalan tol yang tidak memenuhi standar pada aspek kelancaran lalu lintas.
Kebijakan penerapan integrasi sistem pembayaran pada jalan tol Trans Jawa dalam menghadapi lalu lintas lebaran Tahun 2016 tidak didukung kajian/rencana antisipasi yang memadai atas dampaknya.
"Kenaikan tarif tol belum mempertimbangkan pemenuhan pelayanan atas kelancaran lalu lintas dan kondisi daya beli masyarakat serta terdapat kenaikan yang melebihi kenaikan laju inflasi," tegasnya.(rel/P2).
Komentar