Harianbatakpos.com , JAKARTA – Dunia sedang berduka atas meninggalnya Presiden Iran, Ebrahim Raisi, dalam sebuah kecelakaan helikopter pada Senin (20/5/2024) waktu setempat. Kabar ini dikonfirmasi setelah pencarian selama berjam-jam melalui wilayah pegunungan berkabut di barat laut negara tersebut, menurut laporan media pemerintah Iran.
Kecelakaan tragis ini menimpa Presiden Iran dan rombongan di wilayah Varzaqan, Provinsi Azarbaijan Timur. Ebrahim Raisi, yang baru saja dilantik sebagai presiden pada Agustus 2021, dikenal sebagai seorang tokoh konservatif yang memiliki pengaruh kuat di negara tersebut.
Namun, selain duka atas kehilangan seorang pemimpin, perhatian juga tertuju pada kondisi ekonomi Iran. Meskipun Iran telah berhasil meningkatkan ekspor minyaknya dalam beberapa tahun terakhir, negara ini masih dihadapkan pada tantangan ekonomi yang signifikan, seperti dilansir dari Liputan6.com.
Pada Maret 2024, Menteri Perminyakan Iran, Javad Owji, mengungkapkan bahwa ekspor minyak negara tersebut telah menghasilkan lebih dari USD 35 miliar atau setara dengan Rp. 559,4 triliun pada tahun 2023. Meskipun demikian, inflasi di Iran mencapai sekitar 40% pada bulan Februari 2024, yang berdampak negatif pada standar hidup masyarakat.
Devaluasi nilai tukar Iran terhadap dolar AS juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi. Hal ini membuat harga barang dan komoditas di Iran menjadi lebih tinggi, karena banyak jenis komoditas yang diimpor oleh negara ini.
Selain itu, meningkatnya ketegangan dengan Israel juga memberikan tekanan tambahan pada perekonomian Iran.
Sektor jasa merupakan kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Iran, dengan persentase sebesar 47% pada tahun 2022. Diikuti oleh sektor industri dengan persentase 40% dan sektor pertanian dengan persentase 12,5%. Namun, sebagian besar pendapatan sektor industri Iran berasal dari industri minyak, dengan lebih dari 90% minyak mentahnya dikirim ke Tiongkok.
Meskipun Iran telah berhasil memulihkan sebagian besar volume ekspor minyaknya setelah sanksi yang diberlakukan oleh AS pada tahun 2018, negara ini masih menghadapi tekanan ekonomi yang signifikan. Sanksi tersebut telah berdampak pada perdagangan minyak Iran dengan negara-negara Barat, namun perdagangan dengan China tetap berjalan.
Perekonomian Iran telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pelonggaran sanksi yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Namun, tantangan ekonomi yang dihadapi oleh negara ini masih membutuhkan upaya yang lebih besar untuk mengatasi inflasi yang tinggi dan meningkatkan standar hidup masyarakat.
Dalam situasi yang sulit ini, Iran perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapinya. Dukungan dari komunitas internasional dan kebijakan ekonomi yang bijaksana akan menjadi kunci untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara ini dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Komentar